Jumat, 29 April 2011

ARTI LAMBANG PNI MARHAENISME





ARTI LAMBANG PNI MARHAENISME :


1. Garis Segitiga

a. Sosio Nasionalisme
b. Sosio Demokrasi
c. Ketuhanan yang Maha Esa



2. Warna hitam berarti mengandung arti tenang(kesemestaan)



3. Logo kepala banteng warna putih berarti suci membuat dan perbuatan


4. warna merah berarti keberanian melaksanakan perbuatan dalam kebaikan



5. Diatas segitiga sama sisi tertulis PNI menunjukkan nama partai



6. Dibawah segitiga sama sisi tertlis Marhaenisme yang berarti pelajaran pembelaan rakyat yang tertindas/ditindas

VISI & MISI

(1) Membentuk citra partai yang konsisten dengan perjuangan rakyat Indonesia sesuai dengan cita-cita perjuangannya, dan sebagai partai alternatif abad ke-21 yang mampu menjawab tantangan dan permasalan bangsa.

(2) Menegakkan, membela dan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

(3) Memperjuangkan terlaksananya kesejahteraan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga terwujud suatu masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yaitu Masyarakat Pancasila / Masyarakat Marhaenistis.

(4) Memperjuangkan tegaknya kedaulatan lembaga perwakilan, kedaulatan hukum dan hak azasi manusia serta penyelenggaraan negara bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme, manipulasi, orotiter, sehingga terwujud pemerintahan yang bersih, adil dan berwibawa.

(5) Memperjuangkan tata dunia baru yang aman, damai dan sejahtera berdasarkan kebangsaan, kemerdekaan, kedaulatan, demokrasi Pancasila, perikemanusiaan dan keadilan sosial.

Susunan Pengurus DPP PNI Marhaenisme

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
Nomor : M.HH-03.AH.11.01 Tahun 2010
Tanggal 06 April 2010



DEWAN PIMPINAN PUSAT

PARTAI NASIONAL INDONESIA MARHAENISME
(DPP PNI MARHAENISME)
PERIODE 2010 - 2015


DEWAN PERTIMBANGAN

- FX. Soemardi
- Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan
- Achadi


DEWAN PIMPINAN PUSAT


Ketua Umum : Sukmawati Sukarno

Ketua : Agustina Nasution
Ketua : Ir. Rinto Handoyo
Ketua : Ahmad Merizal Sutomo
Ketua : Nuah Torong
Ketua : Ir. Sugito Hadi
Ketua : Syamsu Anwar
Ketua : Ir. H. Sudaryanto Soeratmin, M.BA
Ketua : Toto Suryawan Sukarno Putra, S.Pd
Ketua : Syarifudin Hasyim, SE
Ketua : Drs. Paiman Raharjo, SE., MM., M.Si
Ketua : Kurnia Sari Dewi
Ketua : Drs. Rustono Rusmin, M.Si
Ketua : Drs. Binsar Sihotang

Sekretaris Jenderal : Drs. Sunarko

Wakil Sekretaris Jenderal : Kalamullah Apandi
Wakil Sekretaris Jenderal : Sarida Minarni
Wakil Sekretaris Jenderal : Nety Guswindiarti, SE

Bendahara Umum : Sylvana Esther Maringka

Wakil Bendahara : Alvin Latief
Wakil Bendahara : Hj. Lalita Hargianto



Rabu, 27 April 2011

Soekarno Bukan Dewa

Pasca keruntuhan Orde Baru seolah menjadi lampu hijau untuk bangkitnya kembali Soekarnoisme di Indonesia. Bagaikan orang yang berpuasa untuk mengagungkan Soekarno, maka bedug keruntuhan Orde Baru dijadikan saat yang tepat untuk melepas kehausan sepuas-puasnya terhadap figur Soekarno.

Seiring kondisi di atas ada pertanyaan yang harus kita jawab dengan akal sehat, bukan dengan memori indah masa lalu. “Layakkah Soekarno memperoleh sanjungan yang tak berbatas itu ?” Jawabnya adalah “tidak, sekali lagi tidak.” Jawaban ini saya yakin menimbulkan kemarahan bagi para Soekarnoisme. Tetapi memang itu yang harus saya katakan.

Sebagai seorang orator maka saya mengacungkan jempol untuk Soekarno. Sebagai pemersatu bangsa, Soekarno tiada duanya. Sebagai Proklamator, jangan coba-coba ada yang mengingkari. Tetapi sebagai pemimpin besar bangsa ini kita harus berfikir secara jernih.

Pola pikir Soekarno dan penghormatan rakyat lapisan bawah akan lebih tepat seandainya Soekarno menjadi “Raja Indonesia” dan memimpin bangsa ini dijaman kerajaan.

Ada beberapa hal yang dimiliki Soekarno yang hanya layak diperoleh dan dilakukan oleh seorang raja diantaranya:

  1. Presiden seumur hidup.
  2. Demokrasi terpimpin.
  3. Kultus individu.
  4. Adanya lebih dari satu istri .

Presiden seumur hidup: Pengangkatan dirinya (tidak adanya penolakan) sebagai Presiden seumur hidup merupakan pemutar balikan secara drastis apa yang selama ini selalu dia perjuangkan. Menghapus feodalisme di Indonesia. Indonesia harus menjadi negara demokrasi demikian selalu Soekarno katakan, dan sendainya bukan Soekarno yang diangkat menjadi presiden seumur hidup maka saya yakin dia akan menjadi orang terdepan yang memprotes keputusan tersebut. Kepentingan pribadi telah berada di atas visi perjuangan Soekarno. Dan hanya seorang raja yang berhak atas pengangkatan tersebut. Soekarno mencoba menembus dinding sebagai “Presiden RI” menuju “Raja Indonesia”

Demokrasi terpimpin: Demokrasi yang bertanggung jawab dan beretika adalah suatu keharusan, tetapi demokrasi terpimpin merupakan bibir otoriter yang dibalut gincu demokrasi. Kondisi yang demikian hanya patut terjadi dijaman kerajaan. Adakah faktor usia telah membuat Soekarno lupa bahwa dia hidup di Negara Demokrasi bukan dijaman kerajaan.

Kultus Individu yang terlalu dominan dan terkadang berbau mistik makin melengkapi Soekarno untuk menjadi seorang raja. Peci, tongkat komando sering menimbulkan kisah mistik laksana busana dan keris para raja. Soekarno sebagai seorang intelektual seakan-akan membiarkan semua itu semakin berkembang, termasuk gambar di atas mungkin lebih layak diterima seorang raja bukan seorang Presiden.

Keberadaan lebih dari satu istri lebih mendekatkan Soekarno sebagai seorang raja, dan hal tersebut dianggap wajar untuk seorang Soekarno. Kultus individu telah menutup mata semua elemen bangsa saat itu. Setiap kunjungan ke luar negeri selalu mengisahkan cerita kecil tentang Soekarno dan wanita. Termasuk saat bung Karno hendak membeli BH di sebuah pertokoan di luar negeri, ia tak segan memajang semua pramu niaga wanita guna mencari ukuran yang pas. Etiskah itu dilakukan oleh seorang kepala Negara ? dan begitu pentingkah BH tersebut sehingga harus dibeli disela-sela kunjungan sebagai kepala Negara. Dimanakah nama bangsa yang terkenal dengan sopan santunnya ?

Bagi anda yang pernah membaca Sewindu Dekat Bung Karno, tentu akan menemui cuplikan cerita bagaimana seorang ajudan Presiden (Kol. KKO. Bambang Wijanarko) diminta untuk mencari teman kencan pada malam hari, dan harus menceritakan kemesuman yang terjadi pada malam itu pada saat sarapan pagi keesokan harinya. Adakah hal ini lazim dilakukan oleh seorang Presiden ?

Kondisi pada saat itu membuat semua orang takut untuk memberikan peringatan kepada Soekarno, pers kehabisan tinta untuk menulis dan akhirnya diam bahkan menyebut itu semua sebagai kelebihan dari sosok Soekarno, karena semua sadar apabila hal itu dilakukan maka tangan besi Soekarno sebagai jawabannya. Pada prinsipnya tangan besi Soekarno tak jauh berbeda dengan tangan besi seorang raja, serta saudara kembar dari system Soeharto. Merah hitam Indonesia ditentukan oleh Soekarno.

Mari kita bedah nurani ini, dan tempatkan segala sesuatu sesuai porsinya, termasuk sosok Soekarno. Namun demikian, masih banyak sumbangsih Soekarno untuk bangsa ini. Dan tidak terlalu berlebihan apa bila berdasar pada sisi positif perjuangan Soekarno maka pemerintah menetapkan serta mengangkat Soekarno menjadi Pahlawan Nasional.

Salam: Tony Mardianto

Sumber : http://soekarnofiles.wordpress.com

Aku Tahu Gerakan Jenderal Soeharto

Aku Tahu Gerakan Jenderal Soeharto

Menjadi seorang Presiden mungkin “tidak terlalu sulit,” tetapi menjadi seorang pemimpin negeri sangatlah tidak mudah. Meraih jabatan sebagai Presiden banyak ditopang oleh kematangan strategi politik, tetapi menjadi pemimpin sebuah negeri sangat membutuhkan kekuatan mental serta kesediaan sakit dan berkorban demi negeri serta rakyat yang dipimpinnya.

Konsep sebagai seorang pemimpin besar telah ditunjukkan secara nyata oleh Presiden Soekarno dalam menyikapi langkah-langkah kudeta Jenderal Soeharto dan kroninya.

TINDAKAN Soeharto menyelewengkan Surat Perintah 11 Maret 1966 sangat menyakiti perasaan Bung Karno. Sejumlah petinggi militer yang masih setia pada Sukarno ketika itu pun merasa geram. Mereka meminta agar Sukarno bertindak tegas dengan memukul Soeharto dan pasukannya. Tetapi Sukarno menolak.

Sukarno tak mau terjadi huru-hara, apalagi sampai melibatkan tentara. Perang saudara, menurut Sukarno, adalah hal yang ditunggu-tunggu pihak asing—kaum kolonial yang mengincar Indonesia–sejak lama. Begitu perang saudara meletus, pihak asing, terutama Amerika Serikat dan Inggris akan mengirimkan pasukan mereka ke Indonesia dengan alasan menyelamatkan fasilitas negara mereka, mulai dari para diplomat kedutaanbesar sampai perusahaan-perusahaan asing milik mereka.

Kesaksian mengenai keengganan Sukarno menggunakan cara-cara kekerasan dalam menghadapi manuver Soeharto disampaikan salah seorang menteri Kabinet Dwikora, Muhammad Achadi. Saya bertemu Achadi, mantan menteri transmigrasi dan rektor Universitas Bung Karno itu dua pekan lalu di Jalan Taman Amir Hamzah, Jakarta Pusat. Achadi bercerita dengan lancar kepada saya dan beberapa teman. Air putih dan pisang rebus menemani pembicaraan kami sore itu.

Komandan Korps Komando (KKO) Letjen Hartono termasuk salah seorang petinggi militer yang menyatakan siap menunggu perintah pukul dari Sukarno. KKO sejak lama memang dikenal sebagai barisan pendukung utama Soekarno. Kalimat Hartono: “hitam kata Bung Karno, hitam kata KKo” yang populer di masa-masa itu masih sering terdengar hingga kini.

Suatu hari di pertengahan Maret 1966, Hartono yang ketika itu menjabat sebagai Menteri/Wakil Panglima Angkatan Laut itu datang ke Istana Merdeka menemui Bung Karno. Ketika itu Achadi sedang memberikan laporan pada Sukarno tentang penahanan beberapa menteri yang dilakukan oleh pasukan yang loyal pada Soeharto.

Mendengar laporan itu, menurut Achadi, Bung Karno berkata (kira-kira), “Kemarin sore Harto datang ke sini. Dia minta izin melakukan pengawalan kepada para menteri yang menurut informasi akan didemo oleh mahasiswa.”

“Tetapi itu bukan pengawalan,” kata Achadi. Untuk membuktikan laporannya, Achadi memerintahkan ajudannya menghubungi menteri penerangan Achmadi. Seperti Achadi, Achmadi juga duduk di Tim Epilog yang bertugas menghentikan ekses buruk pascapembunuhan enam jenderal dan perwira muda Angkatan Darat dinihari 1 Oktober 1965. Soeharto juga berada di dalam tim itu.

Tetapi setelah beberapa kali dicoba, Achmadi tidak dapat dihubungi. Tidak jelas dimana keberadaannya.

Saat itulah Hartono minta izin untuk menghadapi Soeharto dan pasukannya. Tetapi Bung Karno menggelengkan kepala, melarang.

Padahal masih kata Achadi, selain KKO, Panglima Kodam Jaya Amir Machmud, Panglima Kodam Siliwangi Ibrahim Adji, dan beberapa panglima kodam lainnya juga bersedia menghadapi Soeharto.

“Bung Karno tetap menggelengkan kepala. Dia sama sekali tidak mau terjadi pertumpahan darah, dan perang saudara.”

Kalau begitu apa yang harus kami lakukan, tanya Achadi dan Hartono.

Bung Karno memerintahkan Hartono untuk menghalang-halangi upaya Soeharto agar jangan sampai berkembang lebih jauh. “Hanya itu tugasnya, Hartono diminta menjabarkan sendiri. Yang jelas jangan sampai ada perang saudara,” kata Achadi.

Menghindari perang saudara inilah sebagai wujud kecintaan Presiden Soekarno terhadap rakyat dan negeri ini. Pantang bagi Bung Karno meneteskan darah diatas negeri ini, apabila hanya akan ditukar dengan sebuah kekuasaan.

Salam Revolusi

sumber : http://penasoekarno.wordpress.com

Senin, 25 April 2011

DR.WEDAKARNA BRIEFING PENGURUS DPC DAN PAC SE-BALI KETUA PARTAI (SEHARUSNYA) PUNYA RAKYAT DAN PENGIKUT

TOKOH MARHAEN – Ketua DPD Partai Nasional Indonesia Marhaenisme ( PNIM ) Dr.Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna MWS III Didamping Drs.IB Ketut Kiana,SH ( Sekretaris DPD PNIM Bali ) Saat Menyerahkan Hasil Rakerda PNI-M kepada Drs.Soenarko ( Sekjen DPP PNIM ) Di Tampaksiring, Gianyar.


Ketua Partai apakah itu ditingkat Provinsi ( DPD ), Kabupaten/Kota ( DPC ), Kecamatan (PAC), Desa ( Ranting ), Dusun / Banjar ( Anak Ranting ) wajib memiliki rakyat dan pengikut sebagai bagian komitmen dari partai politik massa. Dan seorang ketua partai harus mampu memberikan ide – ide realistis tanpa bohong yang gampang dicerna oleh rakyat kebanyakan. Terlebih PNI Marhaenisme ( PNI-M ) adalah partai sejarah, partai yang memerdekakan Indonesia, jadi seharusnya kualitas kader PNI-M sudah diatas kader partai karbitan yang dibentuk pada zaman orde baru atau orde reformasi. Demikian ungkap Dr.Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III dalam pidato politiknya dalam Rakerda PNI-M Tingkat Provinsi Bali di Tampaksiring, Gianyar. ”Saudara – saudara bisa lihat hasil 32 tahun Orde Baru dan 13 tahun Reformasi, sistem politik kita hanya menghasilkan beragam penjahat politik, politisi pragmatis yang tidak punya kapasistas negarawan. Inilah bedanya politisi PNI dengan politisi lainnya. Politisi PNI itu sederhana namun kuat di idealisme. Bung Karno adalah contoh terbaik dari politisi berprinsip milik Indonesia. Kita harus bangga dengan itu.”ungkap Dr.Arya Wedakarna. Ia juga mengingatkan bahwa sebagai partai tertua di Indonesia, wajar jika PNI memiliki banyak pengikut, terutama leluhur orang Bali yang berjuang antara 1945 – 1965. ”PNI punya sejarah besar di Indonesia, politisi PNI pada zaman pergerakan sangat idealis,bersih dan jujur. Itu sebabnya leluhur kita sangat dihargai oleh masyarakat disegala lapisan.Hal – hal itu yang bisa kita pelajari di partai politik PNI ini.”tambah putra tokoh PNI Bali (alm) Shri Wedastera Suyasa ini. Dalam Rakerda tersebut dibahas juga hal – hal terkait sikap PNI sebagai salah satu partai terbesar di Bali. ”PNI-M akan jadi partai realistis dan apa adanya. Jika ada kebijakan pemerintah yang ngawur ya harus dikritisi, diingatkan agar tidak blunder. Tapi jika ada kebijakan pemerintah yang benar, ya harus didukung demi kepentingan rakyat Marhaen. Yang terpenting, PNI-M harus tampil sebagai partai yang punya nama baik sejarah, kader – kader PNI wajib menjadikan partai politik untuk mempelajari karakter rakyat.”ungkap Dr.Wedakarna.”Partai Politik adalah tempat saudara akan berhadapan dengan kesetiaan, pengkhianatan, loyalitas, kepentingan dan idealisme manusia – manusia didalamnya. Ini sangat berharga sebagai bekal karir politik dimasa yang akan datang. Syukur PNI sudah punya ajaran yakni Tri Sakti Marhaenisme sebagai penjelasan lengkap dari Pancasila. Kader – kader PNI adalah kader – kader yang punya capacity character building yang jelas”ungkap ketua Parpol Termuda di Bali ini dihadapan ratusan peserta Rakerda.



Minggu, 24 April 2011

Partai Nasional Indonesia (PNI)

Partai Nasional Indonesia berdiri tahun 1927. Dilatarbelakangi oleh pemikiran-pemikiran para mahasiswa yang dulunya tergabung dalam Perhimpunan Indonesia, memang sangat dirasakan besar konstribusi perhimpunan Indonesia dalam hal membentuk PNI, ini dikarenakan banyak tokoh dan anggota dari Perhimpunan Indonesia yang ikut menjadi angota PNI. Walaupun satu sama lain dari kedua organisasi tersebut tidak memiliki hubungan, tetapi kesamaan pola pikir dan perinsip-perinsip yang hampir sama dimiliki keduanya. Propaganda-propaganda yang dilakukan oleh PNI pada masa permulaan juga dinilai merupakan kelanjutan propaganda-propaganda dari Perhimpunan Indonesia.

Suasana politik yang sedang memanas, respon pemerintah Hindia Belanda yang reaksioner, tumbuh dan berkembangnya paham-paham Nasionalisme moderen di Indonesia telah memberikan jalan kearah terciptanya gerakan-gerakan yang sifatnya tidak evolusioner lagi, tetapi kegerakan yang lebih bercorak Nasionalisme murni dan bersifat “radikal”.
Kegagalan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1926/1927 yang juga mengakibatkan partai tersebut menjadi terlarang untuk berdiri di Indonesia, mengakibatkan banyak anggotanya kebingungan. Mereka menginginkan terus berjuang untuk terciptanya kehidupan baru bagi masyarakat, oleh karna itu mereka masih butuh tempat atau wadah yang menampung aspirasi politiknya. Tetapi pada masa itu tidak ada partai atau perhimpunan yang dianggap seuai dengan apa yang mereka cita-citakan. Oleh sebab itu butuh pembentukan wadah baru yang bersifat revolusioner dan mudah diterima.

Awal mulanya kelahiran PNI ditandai dengan pembentukan kelompok-kelompok studi di Surabaya oleh Sutomo dan Bandung oleh Soekarno yang kemudian berkembang ke seluruh Jawa dan meluas lagi ke luar Jawa. Tujuan pendirian kelompok-kelompok studi ini agar para pelajar Jawa dapat bersatu, menanamkan kesadaran kepada mereka bahwa Indonesia adalah suatu bangsa.
Dari kelompok-kelompok belajar tersebut, banyak dilakukan pertemuan-pertemuan yang membicarakan keadaan-keadaan social politik pada saat tersebut. Pada bulan April di kediaman Soekarno merencanakan pembentukan sebuah partai baru. Terdapat orang-orang yang hadir pada waktu itu seperti Ishak, Sunaryo, Tjipto Mangoenkoesoemo, J. Tilaar, dan Sujadi. Mereka yang hadir akan menjadi anggota panitia yang harus mempersiapkan kongres nasional secepatnya. Namun pertemuan ini hanya dilakukan secara tertutup. Pertemuan lain dilakukan oleh mereka pada 4 Juli 1927. mereka merencanakan rencana pembentukan sebuah partai baru dengan nama Partai Nasional Indonesia (PNI) secara terbuka. Pertemuan 4 juli tersebut menetapkan Soekarno sebagai ketua dan anggaran-anggaran dasar keorganisasian.

PNI pun mulai berkembang. Pada akhir tahun 1927 tercatat menjadi 3 cabang. Selain di Bandung juga terbentuk cabang di Yogyakarta dan di Batavia. Pada bulan Desember dibentuk juga sebuah panita di Surabaya untuk persiapan pembentukan cabang baru di kota tersebut. Di Surabaya sendiri PNI resmi berdiri pada 5 February 1928.
Tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia yang merdeka terlepas dari segala penjajahan. PNI yakin jika Indonesia merdeka dan terlepas dari penjajahan maka susunan kehidupan, struktur social masyarakat Indonesia akan kembali seperti sebagai mana mestinya. Tujuan tersebut bisa dipakai kalau kita bisa berdiri sendiri atau percaya pada diri sendiri, dan tidak bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda. PNI yakin, dengan gerakan-gerakannya yang revolusioner pemerintah kolonial Belanda tidak akan memberikan, membantu, atau memberi jalan untuk tercapainya suatu kemerdekaan.

Organisasi ini mulai menanjak dan terkenal. Propaganda-propaganda tulisan maupun lisanya banyak menyihir dan mempengaruhi rakyat. Pada permulaanya tema yang banyak diangkat adalah tentang hubungan yang sifatnya penjajahan dan konflik yang tidak dapat dihindari antara kaum penjajah dan kaunm yang di jajah, perlunya melawan front kulit putih, perlunya pembentukan negara dalam negara, perlunya menumbuhkan percaya akan kekuatan diri sendiri dan melepaskannya ketergantungan kita pada Belanda dengan jalan “berdiri dengan kaki sendiri” untuk meraih kemerdekaan.

Dalam rapat tanggal 17- 18 Desember 1927 di Bandung terjadi suatu moment dimana organisasi-organisai pergerakan nasional yang selama ini berjuang dibawah benderanya masing-masing berkumpul dalam satu forum. Partai Nasional Indonesia dengan beberapa organisasi lain seperti Partai Sarikat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Soematranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studieclub dan Allgemene sepakat mendirikan federasi perhimpunan politik yang mereka beri nama Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
24-26 Maret dilakukan penyusunan penyusunan azas dan daftar usha yang disahkan 27-30 Mei 1928. dalam program azas tersebut dikemukakan bahwa: “ perubahan-perubahan struktur masyarakat pada abad XVI yang membawa pula pada kebutuhan-kebutuhan ekonomi baru, menyebabkan timbulnya imperialisme Belanda. Demi kepentingan imperialisme tersebut, Indonesia dijadikan tempat penanaman modal. Dari presfektif ekonomi Indonesia, hal ini berarti drainage kekayaan. Hal ini berakibat pada rusaknya struktur social, ekonomi, dan politik Indonesia(C.Utomo:1995). Oleh karna itu PNI dengan menjalin persatuan dan kesatuan bangsa, tanpa mementingkan kepentingan agama, ras, dan suku bangsa untuk melawan kolonialisme penjajah dan tanpa bantuan orang lain, kemerdekaan bisa dicapai.

Seiring berjalannya waktu PNI pun makin melebarkan sayap eksistensinya. Pergerakan perjuangannya yang selalu revolusioner telah banyak menghimpun banyak kekuatan. Masa dari anggotanyapun kian bertambah. Pada Bulan mei 1929 anggota PNI sampai pada jumlah 3.860 orang. Kenaikan ini sebagai akibat dari propaganda yang dilakukan dengansangat aktif sepanjang tahun.

Pemerintah Kolonial Belanda dibawah tangan Gubernur Jendral De Graeff mulai geram atas tindakan tindakan PNI. Berbahaya dimata pemerintah kolonial karena PNI merupakan gerakan yang bersifat revolusioner kerena banyak gagasan dan anggotanya bekas pPerhimpunan Indonesia (PI). Untuk membendung pergerakan-pergerakan nasional ini, tampaknya pemerintah kolonial belanda mencoba memisahkan kaum nasionalis moderat dengan kelompok-kelompok nasioalis ekstrim agar mereka tidak cepat berkembang. Mereka juga menggunakan politik adu domba agar kedua kaum pergerakan tersebut saling bersengketa dan terpecah.

Pengaruh PNI semakin besar, sebaliknya pemerintah kolonial harus lebih bisa membendung gerakan-gerakan PNI. Pemerintah menilai PNI berbahaya bagi stabilitas social dan stabilitas politik Hindia Belanda. Untuk itu dilakukanlah berbagai upaya untuk melakukan tinadakan tegas terhadap tokoh-tokohnya. Isu akan dilancarkannya gerakan pemberontakan pada tahun 1930 menjadi alasan pemerintah untuk melakukan penggeledahan pdan penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI.

29 Desember Soekarno dan kawan-kawan ditangkap oleh pemerintahan Hindia belanda. Beliau dan beberapa anggota yang lainnya dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Soekarno diponis 4 tahun penjara. Berdasarkan pertimbangan keberlangsungan perjuangan nasional, dalam kongres luar biasa ke II di Jakarta, diambil keputusan untuk membubarkan Partai Nasional indonesia pada tangal 25 April 1931. pembubaran ini menimbulkan pro kontra dari para anggotanya. Dan dari sinilah akan terbentuk dua kubu yang nantinya melahirkan Partai Indonesia (partindo) dan PNI baru

http://kihadjartheywanttorock.com/index.php?option=com_k2&view=item&id=77:partai-nasional-indonesia

Sejarah berdirinya PNI

Partai Nasional Indonesia (PNI)

1) Latar Belakang Berdirinya PNI

Lahirnya PNI dilatarbelakangi oleh situasi sosio-politik yang kompleks dan mau tidak mau organisasi ini harus dapat menyesuaikan diri dengan orientasi baru. Pemberontakan PKI tahun 1926 membangkitkan semangat baru untuk menyusun kekuatan baru dalam menghadapi pemerintah. Mereka berkesimpulan bahwa penggunaan kekerasan tidak akan membawa hasil, seperti PKI yang akhirnya dibubarkan dan pemimpinnya dibuang ke Boven Digul.

Setelah kegagalan pemberontakan PKI, Sujadi wakil Perhimpunan Indonesia di Indonesia dengan cepat memberitahu kepada Moh. Hatta. Bersama-sama dengan Iskaq dan Budiarto, ia bergerak membentuk partai baru sesuai dengan rencana PI. Pada awal tahun 1927 terbentuk partai baru yaitu PNI (Partai Nasional Indonesia) yang didirikan oleh Ir. Soekarno sebagai wakil dari kelompok-kelompok nasionalis Indonesia.

Moh. Hatta tetap menekankan peran pendidikan pada PNI, karena melalui pendidikan itulah rakyat disiapkan untuk mencapai kemerdekaan secara pelan-pelan. Pada tanggal 4 Juli 1927 kelompok nasionalis mengadakan pertemuan di Bandung. Pertemuan ini bertujuan untuk mendukung berdirinya Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia Merdeka, sedangkan tiga asasnya yakni berdiri di atas kaki sendiri, non kooperasi, dan Marhaenisme.

2) Perkembangan PNI

PNI berkembang dengan pesat. Terlebih lagi disertai dengan propaganda-propaganda yang bertema antara lain : karakter yang buruk dari penjajah, konflik pengusaha dengan petani, front sawo matang, melawan front putih, menghilangkan ketergantungan dan menegakkan kemandirian, dan perlu pembentukan negara dalam negara.

Dewan Rakyat (15 Mei 1928) memandang perlu memberi peringatan kepada pemimpin PNI. Akan tetapi, para pemimpin PNI tidak menghiraukan peringatan itu. Pada bulan Juli 1929, pemerintah memberikan peringatan kedua dan pada akhir tahun 1929 tersiar kabar yang bersifat provokasi, bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan pada awal tahun 1930. Pada tanggal 24 Desember 1929, Ir. Soekarno ditangkap sepulang dari menghadiri Kongres PPKI di Surabaya (pada waktu itu, ia masih ada di Yogyakarta). Perkara Ir. Soekarno dan kawan-kawannya baru sembilan bulan kemudian diajukan ke Pengadilan Landraad Bandung.

Pada tanggal 22 Desember 1930 hakim memberi hukuman Ir. Soekarno 4 tahun penjara, Gatot Mangkupraja 2 tahun, Maksud 1 tahun 8 bulan dan Supriadinata 1 tahun 3 bulan.

Pengadilan menjatuhkan hukuman kepada pemimpin PNI berdasarkan pasal 153 dan 169 KUHP.

3) Pembubaran PNI

Hukuman terhadap pimpinan PNI juga mengandung pengertian bahwa barang siapa yang melakukan tindakan, seperti para pemimpin PNI dapat dituduh melakukan kejahatan dan dapat dihukum, sehingga anggota-anggota yang meneruskan jejak dan langkah-langkah PNI ada dalam bahaya. Oleh karena itu , atas pertimbangan-pertimbangan untuk keselamatannya maka pengurus besar PNI memutuskan pembubaran PNI (1931).

Sartono segera menyelenggarakan kongres luar biasa untuk membahas pembubaran PNI dan membahas pendirian partai baru. Partai baru itu adalah partai sekuler dan non-kooperatif. Partai itu bernama Partai Indonesia atau Partindo dan Sartono dipercaya sebagia pemimpin partai. Partindo tidak dapat menyamai masa kejayaan PNI, ia lebih menekankan swadaya, kooperasi, dan swadesi. Swadesi buan hanya salah satu cara untuk menyokong industri dalam negeri, tetapi juga merupaan upaya mengembalikan semagnat kebangsaan.

Partindo aktif menyelenggarakan pertemuan-pertemuan untuk mendukung tercapainya kooperasi dan untuk mendukung swadesi bagi seluruh rakyat serta mencari dukungan di lingkungan buruh. Pemimpin Partindo masih menantikan pembebasan Ir. Soekarno, karena ia dianggap mampu membangkitkan daya juang dan emosi yang dibutuhkan untuk memperkuat militansi anggotanya, pada tahun 1937 anggotanya hanya berjumlah 3.000 orang dan sangat sedikit jika dibandingkan dengan anggota PNI yang berjumlah 10.000 orang pada tahun 1929.

Moh. Hatta akhirnya membentuk partai baru, yakni Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI Pendidikan.

Sumber : http://bangkitlah-negeriku-indonesiaku.blogspot.com


Ir. Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..


Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.


Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.


Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.


Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.


Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.


Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi". (Dari Berbagai Sumber)

Marhaen... Merdeka..
PNI... Jaya...